10 Kenikmatan Menjadi Koruptor di Indonesia

Emerson Yuntho: Di Riau, Pejabat Eks Terpidana Kasus Korupsi Justru Dihormati dan Disanjung

Emerson Yuntho: Di Riau, Pejabat Eks Terpidana Kasus Korupsi Justru Dihormati dan Disanjung

Kepala Divisi Hukum dan Monitoring Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho.

Kamis, 18 Februari 2016 20:58 WIB
JAKARTA, POTRETNEWS.com - Korupsi telah menjadi kejahatan luar biasa. Berbagai upaya memberantas korupsi pun telah dilakukan. Meski demikian, korupsi masih tumbuh subur, para penyelenggara negara seolah tak jera menyelewengkan uang negara. Kepala Divisi Hukum dan Monitoring Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho mengungkapkan terdapat 10 hal yang menyebabkan koruptor di Indonesia begitu nikmat dan tak jera.

Pertama, katanya, jika diproses hukum, tuntutan terhadap koruptor masih ringan. Berdasar catatan ICW, sepanjang 2015 rata-rata para koruptor hanya dituntut jaksa dengan 3 tahun 6 bulan dan rata-rata vonisnya hanya 2 tahun 2 bulan.

"Dengan kondisi demikian kita agak sulit menyatakan koruptor pasti akan jera karena hukumannya hanya 2 tahun," kata Emerson dalam diskusi 'Pemberantasan Korupsi yang Memberikan Efek Jera' di Gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail, Jakarta, Kamis (18/2).

Kedua, kata Emerson, proses hukum hanya dilakukan terhadap para koruptor. Sementara keluarga, dan para pihak yang menikmati uang haram pelaku tak dijerat hukum. Dengan UU TPPU, ungkap Emerson, kerabat, organisasi, atau perusahaan yang menikmati uang korupsi pun dapat diproses hukum.

Ketiga, saat ini kecenderungannya untuk menghukum koruptor. Padahal, koruptor paling takut untuk dimiskinkan.

"Keempat, ini juga bagian kritik dari kami. Ada hukuman uang pengganti dan itu bisa diganti dengan subsider. Bayar uang pengganti kalau tidak diganti subsider. Koruptor di Indonesia akan memilih ditambah satu tahun daripada bayar uang pengganti Rp 10 milliar," ungkapnya.

Kelima, para koruptor mendapat fasilitas di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin yang menjadi penjara khusus koruptor. Menurut Emerson, LP ini sangat diskriminatif dan menjadi perlakuan istimewa negara terhadap koruptor.

"Saya anggap ini kosan-kosan," tegasnya.

Keenam, tersangka dan terdakwa kasus korupsi di Indonesia masih bisa mengikuti pemilihan legislatif dan Pilkada. Bahkan, hingga terpilih sebagai anggota legislatif atau kepala daerah. Hal ini, kata Emerson merupakan dampak tidak dicabutnya hak-hak politik para koruptor.

"Ketujuh, koruptor yang berstatus pejabat publik masih dapat pensiun. Nazaruddin, Angelina Sondakh walaupun sudah dihukum tetap dapat dana pensiun. Itu uang kita sebagai pembayar pajak tapi dibayar untuk koruptor. Jadi betul-betul difasilitasi," katanya.

Kedelapan, lanjut Emerson, seringkali penegak hukum tidak langsung menahan dan mencekal para tersangka korupsi. Bahkan, katanya, ada tersangka korupsi yang tidak ditahan selama tiga tahun.

"Pilihan (penahanan) harus digunakan untuk memaksimalkan dan koruptor dibuat malu. Cuma di Indonesia, koruptor di ruangan sidang pakai pakaian mewah parlente," ungkapnya.

Kesembilan, tambahnya, para koruptor tidak jera karena masih bisa menjalankan bisnis mereka.

Kesepuluh, banyak tersangka dan terdakwa korupsi yang masih bisa menduduki jabatan publik.

"Di Riau, itu Kepala Dinas Kehutanan merupakan mantan terpidana kasus korupsi. Tidak ada efek jera, justru dia dihormati dan disanjung dan diberikan kesempatan jadi pejabat publik," katanya.

Untuk itu, Emerson menyatakan, pihaknya merekomendasikan agar batas minimal hukuman bagi koruptor dinaikan menjadi minimal empat tahun. Hal ini bisa dilakukan dengan menerbitkan Surat Edaran agar tuntutan untuk terdakwa korupsi diperberat minimal 10 tahun. Dengan demikian, kalaupun terpidana korupsi mendapat keringanan melalui remisi, masa hukuman mereka masih panjang.

"Selain itu, harus bisa jerat keluarga dan korporasi. Bayar uang pengganti tidak hanya hukuman badan tapi memiskinkan perampasan aset dan perpajakan. Biasanya selain mencuci uang, dia (koruptor) juga mengemplang pajak dan bayar uang pengganti adalah wajib.

Kalau tidak bayar uang pengganti, jangan biarkan dia lolos dari lembaga pemasyarakatan. UU Tipikor beri kemungkinan untuk itu," katanya.

Tak hanya itu, Emerson menyatakan, pihaknya juga merekomendasikan agar LP Sukamiskin ditutup. Menurutnya, LP Sukamiskin telah berubah menjadi kos-kosan mewah bagi para koruptor.

"Koruptor juga harus dilarang ikut pemilihan legislatif dan Pilkada. Kita pesan ke Kejaksaan, di setiap upaya penuntutan, selain bicara soal hukuman badan, denda dan uang pengganti, juga pencabutan hak politik, hak untuk remisi, dan lainnya. Selain itu, pencabutan hak untuk mendapatkan gaji dan pensiun juga cabut dari jabatan bagi terpidana korupsi," tegasnya.

Lebih jauh, Emerson merekomendasikan agar setiap tersangka yang diproses hukum harus ditahan, dicekal dan diborgol. Dengan demikian semangat untuk menimbulkan efek jera akan lebih efektif.

"Yang terpenting perkuat institusi penegak hukum termasuk dalam hal ini revisi UU KPK. Sepanjang institusi diganggu, dibuat lemah, saya pikir upaya-upaya berikan efek jera cuma omong kosong. Ini yang harus dihilangkan, kalau tidak kita akan diskusi hal serupa lima tahun mendatang. lebih penting adalah revisi UU Tipikor dibadingkan revisi UU KPK," katanya. ***

(Farid Mansyur)
Kategori : Hukrim, Riau
Sumber:Beritasatu.com
wwwwww